Oleh: Arumi
Ekowati Ilustrasi: Sabariman
"PAK RAHMAT satpam sekolah kita
diganti!" seru Reza.
"Kenapa? Padahal Pak Rahmat baik. Karena kalau
aku telat sedikit, masih dibolehkan masuk," kata Intan sambil kecewa.
"Aku dengar Pak Rahmat pensiun," Reza
menjelaskan.
"Wah, enggak bisa menyelinap diam-diam keluar
pintu gerbang lagi deh," sahut Kiki yang sering mengelabuhi Pak Rahmat.
"Ah, aku enggak takut sama satpam sekolah. Kan
kita yang bayar, jadi dia enggak boleh marahi kita!" sahut Kiki.
"Kita yang bayar, maksudmu?" tanya Intan.
"Kita kan bayar uang keamanan," jawab
Kiki.
"Masa sih? Bukannya sekolah yang menggaji
satpam sekolah?" Tiara tak percaya.
"Pengganti Pak Rahmat siapa?" tanya Intan.
"Namanya Pak Beni!" jawab Reza.
Deg! Danu terkejut, jangan-jangan.....
Pulang sekolah, Kiki, Intan, Reza, dan Tiara mampir
ke pos satpam sekolah. Mereka bermaksud berkenalan dengan satpam sekolah yang
baru, Pak Beni.
"Ayo Danu, kamu ikut, kan?" ajak Reza pada
Danu.
"Maaf, aku enggak ikut. Aku harus cepat-cepat
pulang!" Danu menggeleng.
"DANU, KOK tadi Bapak tidak melihat kamu di
sekolah?" tanya Bapak.
"Bapak bekerja di sekolah Danu, ya?" tanya
Danu sedikit enggan.
"Iya, Bapak dipindah ke sekolahmu. Jadi Bapak
sekarang lebih mudah mengawasi kami" jawab Bapak senang.
"Bapak kok enggak bilang-bilang Danu?"
tanya Danu sedikit kesal.
"Bapak diberi tahu mendadak. Karena Pak Rahmat,
satpam di sekolahmu, sakit, padahal masa kerjanya baru habis seminggu
lagi."
"Kenapa Bapak enggak minta ditugaskan ke
sekolah lain?" tanya Danu.
"Danu, kamu kenapa? Kok sepertinya kamu enggak
suka Bapak kerja di sekolah kamu?" tanya Ibu terkejut.
BAPAK MEMANDANGI Danu yang tertunduk.
"Benar, Danu? Kamu enggak suka Bapak bekerja di
sekolahmu?" tanya Bapak heran. "Kamu malu?" tanya Bapak lagi.
"Bapak enggak tahu sih...," jawab Danu
perlahan. Matanya memandang ke arah lain.
"Apa yang Bapak enggak tahu, Danu? Coba kamu
beritahu Bapak sekarang!" tanya Bapak sedikit tegas.
"Kalau Reza dan Kiki tahu Danu anak Bapak,
mereka pasti akan menghina Danu," jawab Danu hati-hati.
"Danu, jangan berburuk sangka kepada
teman-temanmu. Lagi pula, apa alasan mereka menghina kamu jika mereka tahu anak
Bapak?" tanya Ibu.
"Selama ini mereka sering mempermainkan Pak
Rahmat, membohongi Pak Rahmat, satpam sekolah kami, agar bisa menyelinap keluar
sekolah. Mereka menganggap Pak Rahmat bodoh karena mudah dibohongi," jawab
Danu pelan.
"Maksudmu, mereka tidak takut sama satpam
sekolah? Mereka menganggap remeh satpam sekolah?" tanya Ibu.
Danu mengangguk.
"DANU, TERNYATA Pak Beni ibu Bapak
kamu?" tanya Reza ketika Danu baru saja masuk ke kelas.
"Kamu kok enggak bilang-bilang kalau Pak Beni
itu bapakmu?" sahut Kiki.
Akhirnya semua temannya sudah tahu bahwa ia anak
satpam sekolah.
"Pasti kemarin Bapak yang memberi tahu!"
kata Danu dalam hati.
"Kamu pasti bangga sekali pada bapakmu,
Danu!" kata Tiara.
"Bangga? Kenapa aku harus bangga?" pikir
Danu.
"BAPAKMU HEBAT!" seru Reza sambil
menepuk bahu Danu.
Danu terkejut mendengar pernyataan Reza.
"Bapak kamu satpam pemberani!" seru Kiki
sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Memangnya Bapakku ngapain?" tanya Danu
heran.
"Lho, memangnya Bapak kamu enggak cerita,
Dan?" Reza malah balik bertanya.
"Kemarin Pak Beni berhasil menggagalkan
penculikan Novi, anak kelas satu yang telat dijemput ibunya!" jawab Kiki
lantang dengan nada suara bangga.
Danu tak menyangka Kiki mengagumi Bapak. Sebelumnya
ia takut Kiki akan menghina Bapak.
"Be...benarkah?" tanya Danu.
"Wah, Pak
Beni benar-benar enggak cerita
sama kamu? Hm, bapakmu
memang rendah hati ya...," Tiara semakin kagum dengan Pak Beni.
"Kemarin, ketika sekolah sudah sepi, ada anak
kelas satu yang belum dijemput. Pak Beni belum tahu ibu Novi. Ketika datang
seorang yang mengaku disuruh jemput Novi, Pak Beni curiga karena Novi ragu
pergi dengan penjemputnya itu. Novi mengaku tidak mengenal orang yang
menjemputnya itu. Pak Beni mencegah Novi dibawa pergi. Penculik itu memaksa
membawa Novi. Mereka ada tiga orang. Dengan berani Pak Beni melawan mereka.
Tetapi yang satu berhasil diringkus Pak Beni dan langsung dibawa ke kantor
polisi," kata Reza dengan penuh semangat.
DANU TERPANA mendengarnya. Pantas saja, kemarin
sampai sore Bapak baru pulang. Ingin rasanya Danu segera berlari menuju pos
satpam tempat Bapak bekerja. Kemudian menyatakan berjuta kata maaf kepada
Bapak.
"Bapak maafkan Danu. Danu malu telah meragukan
Bapak. Danu bangga pada Bapak!" kata Danu dalam hati penuh rasa sesal.
Arumi
Ekowati
Ruang
Baca Anak
Cerita-Cerita | Kompas, Minggu, 10 Januari
2010
Bagi Anda yang menginginkan artikel ini dalam bentuk file PDF, silahkan tinggalkan alamat email pada kolom komentar. Semoga kami bisa mengirimkannya bagi Anda.
0 komentar:
Posting Komentar